Batik merupakan karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang uang menggunakan lilin batik sebagai perintang warna. Keindahan warnanya, serta motif desain polanya yang mampu menarik konsumen untuk menjadikan batik sebagai salah satu bahan pakaian sebagai warisan budaya masa lalu.
Namun, keberadaan orang-orang yang bisa membatik di Kudus dapat dihitung dengan jari. Apalagi yang masih eksis untuk nguri-uri batik khas Kudus. Ummu Asiyati, merupakan salah satu orang yang tergugah dan memproduksi batik tulis dan batik cap khas Kudus.
Dengan membuka Alfa Batik Kudus, didesa Gribig, beliau bersama keluarga dan beberapa karyawannya memproduksi, mengembangkan, bahkan memodifikasi batik-batik khas Kudus.
Saat ditanya tentang motif klasik khas kudus, beliau mengaku tidak tahu persis motif klasik khas Kudus, yang beliau tahu hanyalah motif Romo Kembang, Kapal Kandas yang dipelajari langsung dari ibu Nikmah, salah satu perajin batik tertua di Kedungpaso kudus.
Atas didikan ibu Nikmah ini, Ummu kini mampu mengembangkan berbagai macam motif batik tulis dan batik cap.
Sedangkan untuk batik cap beliau sudah mengembangkan menjadi banyak motif. Diantaranya adalah motif Menara Kudus, Rumah Adat Kudus, Rumah Kembar Nitisemito, Gunung Muria, Lentog Tanjung, Jenang Kudus, Rokok Kretek, dan lain-lain.
Diakuinya, membuat batik cap lebih mudah dan lebih cepat diselesaikan dibandingkan dengan batik tulis. "batik tulis begitu njelimet dan butuh waktuyang panjang untuk menyelesaikannya," kata Ummu.
Untuk membuat batik cap, pihaknya memerlukan waktu sekitar tiga hari. "namun untuk batik cap yang berpola, waktu yang diperlukan lebih lama lagi,"ujarnya.
Dijelaskan pula bahwa batik cap yang tidak berpola dan hanya menggunakan satu warna memilik proses yang lebih cepat. "harganya pun lebih murah dibandingkan yang berpola," jelasnya.
Untuk batik cap, Ummu biasa menjualnya dengan harga antara Rp 75 Ribu hingga Rp 1 Juta. "tergantung kualitas dan pola batik tersebut," katanya. Sedangkan untuk memprodusi batik tulis diperlukan waktu yang relatif lama. Satu batik tulis membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk menyelesaikannya. "waktu yang lama ini membuat konsumen harus rela memesan dahulu ketika motif yang dicarinya tidak ada. Selain itu, para konsumen harus bersabar karena memang waktu yang diperlukan untuk memproduksi batik begitu lama," paparnya.
Atas proses panjang ini, ada beberapa konsumen yang kadang tidak percaya dengan lamanya proses produksi batik tulis, "banyak yang tidak sabar dengan proses panjang ini," akunya. Makanya, beliau berujar bahwa proses yang panjang dan berliku ini membuat harga batik tulis sangat tinggi. "setiap lembarnya, batik dijual antara Rp 600 Ribu hingga Rp 2 Jutaan," imbuhnya.
Meski begitu beliau tetap bersemangat untuk terus berkarya dan mengembangkan batik tulis ini sebagai warisan budaya. Beliau juga mengaku akan terus memaksimalkan batik cap untuk mengimbangi batik tulis yang ditekuninya.
Sumber: Radar Kudus